JAYAPURA- Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Yahukimo Okto Kambue, menilai bupati Yahukimo Didimus Yahuli melanggar hukum, karena tidak menindak lanjuti putusan Mahkamah Agung (MA).
“Pemkab Yahukimo masih membayarkan dana desa berdasarkan SK 298/2021 padahal SK tersebut sudah tidak berlaku atau dibatalkan setelah SK 147/2021 menang di MA,” katanya saat memberikan keterangan Pers, Kamis malam (02/04) di Abepura.
Dikatakannya,dalam putusan pengadilan Mahkamah Agung tanggal 24 November 2023 yang tertuang dalam situs resmi mahkamahagung.go.id. Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia melalui upaya Peninjauan Kembali (PK) Nomor perkara: 174 PK/TUN/2023. Dalam putusannya mengabulkan seluruh gugatan, yang meliputi membatalkan SK Nomor 298/2021 dan memberlakukan Kembali SK nomor 147/2021, dengan mengaktifkan kembali pada jabatan dan posisi semula sebagai kepala Kampung yang sah di Kabupaten Yahukimo.
“Dalam putusan tersebut jelas, membatalkan SK Nomor 298/2021 dan memberlakukan Kembali SK nomor 147/2021, jadi pembayaran apapun yang kaitannya dengan desa, harus berdasarkan SK 147/2021, bupati, sekda, DPMK dan Kepala Bank Papua cabang Yahukimo harus patuh dan menjalankan putusan MA tersebut, bukan kebijakan bupati,” katanya.
Jika yang digunakan SK 298/20 atau kebijakan bupati jelas ini pelanggaran hukum bisa dikategorikan penyalahgunaan wewenang, dalam hal ini Pemda tidak menghormati putusan MA, yang merupakan putusan lembaga tertinggi negara.
“Atas nama DPRD kami minta bupati menghormati putusan MA jangan terlalu berfikir politis terus, kasihan masyarakat membutuhkan pelayanan dalam situasi aman, nyaman itu sangat penting,” ujarnya.
Agar masyarakat juga menghargai pemerintah yang betul-betul melayani dengan hati, karena itu yang dibutuhkan masyarakat.
“Tetapi yang terjadi hari ini bupati terlalu arogan dan membiarkan putusan MA, ini yang menjadi pertanyaan bisa tidak melaksanakan putusan MA ini memang sangat krusial artinya sudah terlalu melawan berlebihan terhadap putusan MA,” ujarnya.
Dikatakannya, presiden saja menghormati putusan MA apa pun itu masalahnya, pemda Yahukimo dalam hal ini bupati Yahukimo, sudah melawan keputusan pemerintah jadi alangkah baiknya asosiasi desa segera konsultasi dan melapor ke pihak kepolisian baik Polres maupun Polda Papua untuk segera di periksa bupati, sekda, kepala DPMK dan Kepala Bank Papua Yahukimo.
“Saya pikir kepala Bank Papua paham sekali denga aturan, yang mana yang berhak menerima yang mana yang tidak berhak, tidak bisa mengeluarkan anggaran sembarangan apalagi ini APBD honor-honor ini dari APBD, kalau dana desa langsung dialokasikan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Desa,” katanya.
Diakuinya, sebagai wakil rakyat ia tidak mau ada penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan anggaran, itu tidak bolah terjadi di Yahukimo, bayarlah kepada yang berhak menerima, sesuai dengan kekuatan hukum tetap.
“Jadi Bank Papua juga harus sampaikan ke bupati bahwa ada SK yang lebih tinggi yang tidak bisa kita melawan, supaya sekda juga betul-betul terjemahan aturan ini secara baik, kepada bupati. “ katanya.
Menurutnya, Sekda harus terbuka sampaikan ke kepala-kepala kampung, bahwa sekalipun ada putusan MA kami juga dijamin oleh aturan ini, ini harus dijelaskan supaya kepala kampung tidak bingung.
“ Kami tegaskan kepada bupati jangan bertindak arogan terlalu berlebihan berpikir secara politis, biarkan rakyat yang memilih, melihat, menentukan, apapun masalahnya itu hak bupati, tetapi untuk aturan ini harus ditegakan, aturan yang sebenarnya, supaya rakyat juga menerima dengan baik dan mereka juga mengakui, menghormati bupati sebagai pemimpin kalau bupati terlalu bermain- bermain dengan aturan seperti begini, bagaimana rakyat mau menghormati jadi tingkat kepercayaan masyarakat akan semakin menurun, kalau bupati tidak bisa melaksanakan putusan-putusan itu,” katanya.
Jadi, lanjutnya, kami minta jangan karena sudah dekat pilkada harus mempertahankan apa yg ia putuskan yaitu SK 298.
“Kami ingatkan kepada bupati agar pembayaran honor desa dibayarkan kepada SK 147, bukan 298, sebab pelayanan ADD kampung dibayarkan kepada SK 298 berdasarkan PTTUN Makassar, yang dalam eksepsinya mengadili diri sendiri, tetapi setelah para desa mengajukan PK di MA dan sudah ada putusan yang memenangkan SK 147 maka otomatis SK yang sah saat ini adalah SK 147. Oleh karena itu, Bupati sebaiknya dibayarkan kepada SK 147,” katanya.
Ia menegaskan, bupati tidak bisa menggunakan kekuasan dan jabatan serta kewenangan, kita ini negara hukum, kewenangan bupati terbatas, karena ada aturan hukum dan peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang mengaturnya, sehingga bupati sebagai kepala daerah berkewajiban mematuhi segala keputusan yang berkekuatan hukum tetap yang kebih tinggi, salah satunya putusan MA nomor perkara 174 PK/TUN/2023.
“Para asosiasi desa tidak akan segan segan melaporkan bupati, kepala bank, sekda dan kepala dinas DPMK ke Bareskrim Polda Papua, karena ini tindakan melawan hukum,” pungkasnya. **