Lebih dari 17 saksi telah diperiksa pihak kepolisian. Mereka merupakan pekerja yang diduga memiliki peran penting dalam penambangan liar tersebut.
Sementara, proses penetapan tersangka terbilang cukup lama. Hal ini mengingat proses pendalaman kasus ini memerlukan saksi ahli dari sejumlah instansi dan lembaga terkait, baik dari lingkup Pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.
“Dalam tindak pidana khusus atau lex specialis tentu berbeda dengan tindak pidana konvensional, dimana dalam tingkat penyidikan tindak pidana khusus keterangan ahli menjadi alat bukti utama kami, setelah itu baru penetapan tersangka,” kata Komang di kantornya, Jumat (16/10).
Dia menjelaskan pemilik hak ulayat sebelumnya mengajukan surat izin tambang kepada Pemerintah Kota Jayapura. Namun dalam hematnya, polisi tidak merekomendasikan aktivitas penambangan di daerah penyangga yang berada di atas permukiman penduduk. Sebab, aktivitas tambang akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Ditambah lagi dengan timbulnya permasalahan baru.
“Kami kepolisian merekomendasikan tidak mengeluarkan izin karena bisa menimbulkan permasalahan baru. Tapi kembali lagi ke dinas terkait maupun gubernur yang bisa mengambil keputusan dan mengkaji langkah-langkah atau pertimbangan lain,” ujar Komang.
Sebelumnya, Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav Robby Urbinas mengaku telah mengantongi terduga pengelola tambang emas ilegal tersebut. Enam (6) unit Ekskavator dan dua (2) unit mesin Alkon telah disita pihaknya sebagai barang bukti penindakan.
Selain itu, 11 jerigen berkapasitas 35 liter BBM jenis Solar turut disita kepolisian dalam penggerebekan pada Jumat 26 Juni 2020. Aktivitas tambang liar itu sudah tercium sejak April 2020 lalu.
“Di sana banyak perambahan dan penggalian untuk menampung air keperluan mereka. 17 orang ini sebagai penanggung jawab terhadap kelompok buruh. Ada juga operator Ekskavator, Alkon dan pengawas, serta pemilik lahan kami amankan,” ujar Gustav.
Tiga pasal akan dikenakan terhadap tersangka dalam kasus ini. Antaralain UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral, Pertambangan dan Batubara (UU Minerba).
Kemudian, UU No.32 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungam Hidup. Terakhir, UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. (tambunan)
segera menetapkan tersangka dalam kasus tambang emas ilegal yang digerebek di Buper Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura pada 26 Juni 2020 lalu.
Kasat Reskrim Polresta Jayapura Kota, AKP Komang Yustrio Wirahadi Kusuma mengatakan penetapan tersangka setelah gelar perkara dilakukan dalam minggu ini. Pihaknya masih memintai keterangan saksi ahli untuk melengkapi berkas kasus tersebut.
Lebih dari 17 saksi telah diperiksa pihak kepolisian. Mereka merupakan pekerja yang diduga memiliki peran penting dalam penambangan liar tersebut.
Sementara, proses penetapan tersangka terbilang cukup lama. Hal ini mengingat proses pendalaman kasus ini memerlukan saksi ahli dari sejumlah instansi dan lembaga terkait, baik dari lingkup Pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.
“Dalam tindak pidana khusus atau lex specialis tentu berbeda dengan tindak pidana konvensional, dimana dalam tingkat penyidikan tindak pidana khusus keterangan ahli menjadi alat bukti utama kami, setelah itu baru penetapan tersangka,” kata Komang di kantornya, Jumat (16/10).
Dia menjelaskan pemilik hak ulayat sebelumnya mengajukan surat izin tambang kepada Pemerintah Kota Jayapura. Namun dalam hematnya, polisi tidak merekomendasikan aktivitas penambangan di daerah penyangga yang berada di atas permukiman penduduk. Sebab, aktivitas tambang akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Ditambah lagi dengan timbulnya permasalahan baru.
“Kami kepolisian merekomendasikan tidak mengeluarkan izin karena bisa menimbulkan permasalahan baru. Tapi kembali lagi ke dinas terkait maupun gubernur yang bisa mengambil keputusan dan mengkaji langkah-langkah atau pertimbangan lain,” ujar Komang.
Sebelumnya, Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav Robby Urbinas mengaku telah mengantongi terduga pengelola tambang emas ilegal tersebut. Enam (6) unit Ekskavator dan dua (2) unit mesin Alkon telah disita pihaknya sebagai barang bukti penindakan.
Selain itu, 11 jerigen berkapasitas 35 liter BBM jenis Solar turut disita kepolisian dalam penggerebekan pada Jumat 26 Juni 2020. Aktivitas tambang liar itu sudah tercium sejak April 2020 lalu.
“Di sana banyak perambahan dan penggalian untuk menampung air keperluan mereka. 17 orang ini sebagai penanggung jawab terhadap kelompok buruh. Ada juga operator Ekskavator, Alkon dan pengawas, serta pemilik lahan kami amankan,” ujar Gustav.
Tiga pasal akan dikenakan terhadap tersangka dalam kasus ini. Antaralain UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral, Pertambangan dan Batubara (UU Minerba).
Kemudian, UU No.32 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungam Hidup. Terakhir, UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. (tambunan)
segera menetapkan tersangka dalam kasus tambang emas ilegal yang digerebek di Buper Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura pada 26 Juni 2020 lalu.
Kasat Reskrim Polresta Jayapura Kota, AKP Komang Yustrio Wirahadi Kusuma mengatakan penetapan tersangka setelah gelar perkara dilakukan dalam minggu ini. Pihaknya masih memintai keterangan saksi ahli untuk melengkapi berkas kasus tersebut.
Lebih dari 17 saksi telah diperiksa pihak kepolisian. Mereka merupakan pekerja yang diduga memiliki peran penting dalam penambangan liar tersebut.
Sementara, proses penetapan tersangka terbilang cukup lama. Hal ini mengingat proses pendalaman kasus ini memerlukan saksi ahli dari sejumlah instansi dan lembaga terkait, baik dari lingkup Pemerintah Kota Jayapura maupun Provinsi Papua.
“Dalam tindak pidana khusus atau lex specialis tentu berbeda dengan tindak pidana konvensional, dimana dalam tingkat penyidikan tindak pidana khusus keterangan ahli menjadi alat bukti utama kami, setelah itu baru penetapan tersangka,” kata Komang di kantornya, Jumat (16/10).
Dia menjelaskan pemilik hak ulayat sebelumnya mengajukan surat izin tambang kepada Pemerintah Kota Jayapura. Namun dalam hematnya, polisi tidak merekomendasikan aktivitas penambangan di daerah penyangga yang berada di atas permukiman penduduk. Sebab, aktivitas tambang akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Ditambah lagi dengan timbulnya permasalahan baru.
“Kami kepolisian merekomendasikan tidak mengeluarkan izin karena bisa menimbulkan permasalahan baru. Tapi kembali lagi ke dinas terkait maupun gubernur yang bisa mengambil keputusan dan mengkaji langkah-langkah atau pertimbangan lain,” ujar Komang.
Sebelumnya, Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav Robby Urbinas mengaku telah mengantongi terduga pengelola tambang emas ilegal tersebut. Enam (6) unit Ekskavator dan dua (2) unit mesin Alkon telah disita pihaknya sebagai barang bukti penindakan.
Selain itu, 11 jerigen berkapasitas 35 liter BBM jenis Solar turut disita kepolisian dalam penggerebekan pada Jumat 26 Juni 2020. Aktivitas tambang liar itu sudah tercium sejak April 2020 lalu.
“Di sana banyak perambahan dan penggalian untuk menampung air keperluan mereka. 17 orang ini sebagai penanggung jawab terhadap kelompok buruh. Ada juga operator Ekskavator, Alkon dan pengawas, serta pemilik lahan kami amankan,” ujar Gustav.
Tiga pasal akan dikenakan terhadap tersangka dalam kasus ini. Antaralain UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral, Pertambangan dan Batubara (UU Minerba).
Kemudian, UU No.32 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungam Hidup. Terakhir, UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. (tambunan)