Bincang-bincang dengan Pembuat Arang di Arso 2, Kabupaten Keerom (Bagian 3/Habis)
Pembakaran kayu hingga menjadi arang prosesnya selama 10 hari. Bayangkan, 10 hari adalah proses pembakaran dan penyusunan kayu di tempat pembakaran lamanya 7 hari (seminggu), begitu pula dengan proses pembongkaran arang dari tempatnya selama 7 hari (seminggu). Bagaimana proses pembakaran kayu hingga terjadinya arang dan apakah musim hujan akan berpengaruh terhadap proses pembakaran? Serta apa harapan pengusaha arang terhadap Pemerintah Kabupaten Keerom?
Yudhi Effendi Khantum-Keerom
Tak banyak yang mengetahui bahwa proses pembuatan arang begitu rumit dan memakan waktu yang begitu lama. Prosesnya pun harus dikerjakan dengan teliti dengan tingkat konsentrasi tinggi.
Bayangkan, dengan modal pembelian kayu yang mahal namun hasil akhir pembuatan arang gagal, maka pengorbanan yang dilakukan sia-sia.
Oleh sebab itu, pembakaran kayu hingga menjadi arang harus benar-benar dikerjakan dengan skil yang baik. Satu kesalahan maka arang yang diharapkan tak akan pernah jadi.
Bintang Papua Sabtu (21/2) berkesempatan melihat secara langsung pembuatan arang di Arso 2, Kabupaten Keerom. Tempat yang disambangi Bintang Papua merupakan satu dari beberapa tempat pembakaran kayu hingga jadi arang di Arso 2, Kabupaten Keerom.
Namun, sewaktu Bintang Papua menyambangi tempat pembuatan arang, prosesnya belum sampai ke tahap pembakaran. Misriati (56), pemilik usaha pembakaran arang yang ditemui Bintang Papua mengatakan bahwa ini sudah hari ke 7 (seminggu) penyusunan kayu sebelum proses pembakaran dilakukan.
“Ini saya sudah susun kayu-kayu untuk dibakar selama 7 hari,” katanya kepada Bintang Papua.
Menurutnya, lamanya proses pembakaran kayu hingga jadi arang di di Arso 2 bervariasi dari 3 hari hari hingga 10 hari. “Kalau saya, proses bakar selama 10 hari,” katanya singkat.
Tempat pembakaran kayu hingga menjadi arang (lebar 4 meter, panjang 6 meter dan tinggi 2 meter/kurang lebih) dengan tidak memiliki atap alias terbuka. Namun, pada saat proses pembakaran meskipun musim hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi tidak akan mempengaruhi proses pembakaran.
“Biar hujan, proses pembakaran tidak terganggu. Api nyala terus dan lebih bagus lagi kayunya kena air akan menghasilkan arang yang kualitas tinggi,” jelas Misriati yang awalnya mengawali usahanya dari jual-beli pisang.
Dan seusai proses pembakaran, dilanjutkan dengan pembongkaran arang-arang selama 7 hari (seminggu). “Jadi habis bakar tidak selesai. Kita harus bongkar lagi dan tidak akan selesai selama 1-2 hari tetapi selama seminggu,” terangnya.
Nah, masyarakat bisa menilai sendiri bagaimana lamanya proses pembakaran kayu hingga jadi arang dikerjakan oleh mereka-mereka yang memiliki keterampilan (skil) di bidangnya.
Proses penyusunan kayu selama 7 hari, proses pembakaran selama 10 hari dan proses pembongkaran selama 7 hari. Untuk mendapatkan arang yang mungkin kita salah seorang yang menggunakan arang-arang yang dihasilkan dari tangan-tangan terampil tersebut.
Oleh sebab itu, hargainya usaha saudara-saudara kita yang bekerja banting tulang menyambung hidup dan bukan untuk menjadikan mereka kaya raya.
Ia menyebut juga sekali bakar Kayu Gamal 13 rit (1 rit = 1 truk, sehingga 13 rit artinya 13 truk kayu,red). “Ini saya kami susun baru 9 rit, dan masih ada 4 rit lagi yang belum disusun,” sebutnya.
Dia menambahkan permintaan arang yang tinggi pada saat bulan Desember 2020. Dimana menurutnya, Kayu Gamal dari petani habis dan ia kewalahan dalam menerima orderan pelanggan dan masyarakat.
“Desember kemarin habis dan itu membuat kami kewalahan. Kayu kosong dan itu produksi tidak dapat berjalan,” ujarnya.
Saat ditanya apakah di Arso 2, Kabupaten Keerom pengusaha arang hanya ada satu pengusaha. Dikatakan, di Arso 2 Kabupaten Keerom pengusaha arang ada beberapa dan lebih dari satu. “Di sini (Arso 2,red) ada banyak. Tetapi yang bikin seperti saya tidak ada, hanya saya sendiri,” akunya.
Ilmu pembakaran kayu hingga jadi arang diperolehnya dari bosnya terdahulu yang merupakan pengusaha arang di Arso.
“Saya juga tahu cara bakar arang dari ikut orang yang bakarnya hanya 3 hari. Tetapi saya mengembangkannya hari demi hari hingga dapat membakar selama 10 hari dengan hasil arang yang sangat bagus,” akunya lagi.
ARANG HALUS JADI PUPUK
Misriati melanjutkan bahwa setiap kali proses pembakaran tidak semua kayu menjadi arang yang diharapkan, banyak juga yang gagal alias hancur.
“Setiap kali kami bakar, banyak juga arang yang hancur. Tetapi, syukur arang-arang yang hancur itu dapat difungsikan menjadi pupuk atau media tanaman,” terangnya lagi.
“Selain pupuk atau media tanaman, arang yang gagal juga dipakai untuk saringan air,” sambung Misriati sambil menunjuk arang yang digunakan untuk saringan air.
HARAPAN KE PEMERINTAH
Wanita 56 tahun ini pun mengharapkan ke Pemeriintah Kabupaten (Pemkab) Keerom untuk dapat memperhatikan pengusaha kecil seperti ini. “Ya, selama ini belum pernah kami mendapat perhatian dari Pemkab Keerom. Ya, semoga dengan pemimpin baru kami juga dapat diperhatikan dengan baik. Paling tidak kami juga mendapat bantuan dana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dari pemerintah,” harapnya.
Sekadar diketahui, Kayu Gamal setelah tersusun rapi akan ditutupi dengan rumput (alang-alang) kemudian ditutupi lagi dengan arang-arang yang halus atau yang gagal pada proses pembakaran sebelumnya.
Itu dilakukan supaya apinya menyala dari dalam dan tidak keluar. Hanya asap saja yang keluar di pipa-pipa cerobong asap yang ada di tempat pembakaran. Semua dilakukan untuk menjaga kualitas api dan arang yang nantinya dihasilkan.(*)