JAYAPURA-Kepolisian Daerah Papua telah mempersiapkan personel guna mengantisipasi aksi massa atas putusan hakim terhadap tujuh (7) terdakwa dalam kerusuhan Jayapura yang disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (17/6) besok.
Personel yang dipersiapkan dari Dalmas, Satuan Brimob serta perbantuan dari TNI nantinya akan ditempatkan di sejumlah titik rawan kerumunan massa, mulai Sentani hingga Kota Jayapura.
Meski begitu, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw enggan membeberkan jumlah personelnya yang akan dikerahkan serta titik rawan dimaksud. Hanya, ia mengimbau kepada masyarakat agar tetap menjaga stabilitas keamanan Papua seiring berjalannya proses hukum hingga putusan hakim.
“Apa pun nanti keputusannya, saya imbau masyarakat agar tetap tenang mengikuti perkembangannya. Semua pihak harus paham bahwa ini proses hukum dan akan diputuskan hakim. Semua berjalan transparan,” kata Waterpauw usai menghadiri sebuah diskusi terkait permasalahan Papua di Aston Hotel Kota Jayapura, Senin (15/6) malam.
Kekuatan personel pengamanan kata Waterpauw, menyesuaikan perkembangan situasi di lapangan berdasarkan laporan dari intelijen. Ia pun meminta para pengunjuk rasa agar mentaati protokoler kesehatan guna mencegah potensi penyebaran virus Corona.
“Prinsipnya, bila nanti ada aksi menyampaikan pendapatnya boleh-boleh saja dan kita kawal. Yang penting tidak anarkis atau melakukan kekerasan,” jelasnya.
Bahkan, aparat penegak hukum menjamin dan menghormati kebebasan berpendapat di muka umum.
Mantan Kapolda Sumatera Utara itu memandang bahwa masyarakat Papua telah paham soal kasus yang melilit tujuh (7) terdakwa di balik kerusuhuan Jayapura.
“Saya yakin semua pihak paham (masalahnya,red) dan akan berjalan normal, tinggal menunggu perkembangannya,” imbuhnya.
Untuk diketahui, tujuh terdakwa yang disidangkan di Kalimantan Timur itu merupakan mahasiswa dan aktivis. Mereka ditangkap dan diadili pascasejumlah demonstrasi memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Ketujuh (7) terdakwa yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan itu adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Buchtar Tabuni, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika, Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Alexander Gobay, serta Feri Bom Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin.
Dalam persidangan yang digelar PN Balikpapan pada 2 Juni 2020 dan 5 Juni 2020, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut ketujuh (7) tahanan politik Papua itu dengan hukuman penjara antara lima tahun hingga 17 tahun. Buchtar Tabuni dituntut hukuman balik berat, 17 tahun penjara. Sementara Steven Itlay dan Agus Kossay 15 masing-masing dituntut 15 tahun penjara. Alexander Gobay dan Fery Kombo masing-masing dituntut 10 tahun penjara. Sedangkan Irwanus Uropmabin dan Hengky Hilapok masing-masing dituntut hukuman lima tahun penjara.
Tuntutan oleh jaksa kemudian menuai protes baik di Papua dan sejumlah kota besar di Indonesia. Banyak para pihak mulai mahasiswa, aktivis, pegiat HAM dan tokoh agama menyuarakan pembebasan tanpa syarat bagi ketujuh terdakwa. (tambunan)