BerandaHukrimPengorbanan Sang Bhayangkara untuk Penyintas Banjir di Keerom

Pengorbanan Sang Bhayangkara untuk Penyintas Banjir di Keerom

Feature, 1.608 kata
Oleh: Paulus Manahara Tambunan

 

Polisi muda itu seolah tak memedulikan genangan air berwarna cokelat di sekitarnya. Jaket hijau cerah yang dikenakannya tampak kontras dengan cokelat genangan air dan kelabunya mendung di langit.

Brigadir Kepala (Bripka) Akmal Fahruddin, polisi berusia 34 tahun, sedang menggendong seorang wanita lanjut usia yang sedang sakit. Tubuh perempuan itu terlihat lemas, dengan selang infus yang menjuntai.

Hari itu, Rabu, 3 Februari 2021. Beberapa jam sebelumnya, saat matahari masih enggan menampakkan dirinya, Kepala Unit Patroli pada Satuan Sabhara Polres Keerom, itu setengah tidur di pos penjagaan markasnya. Sebagian warga Keerom masih lelap dalam balutan selimut hangat mereka.

Hujan dan badai baru saja usai beradu di atas langit Arso. Sudah sepekan cuaca ekstrim melanda wilayah Kabupaten Keerom, Papua.

Embusan angin dari luar menembus ventilasi ruangan berukuran 4 x 6 itu. Tiba-tiba alarm di markasnya berbunyi. Sontak Ia terbangun.

Akmal sudah tau apa yang terjadi. Perintah komandan satuan pun diarahkan ke padanya agar memimpin sejumlah anggota bergegas ke Kampung Yanamaa PIR 1, Distrik Arso. Sudah bukan rahasia lagi jika daerah ini rentan banjir. Tiada pilihan lain. Perahu karet menjadi alat paling efektif mengevakuasi para penyintas.

“Kami langsung ke TKP menggunakan mobil patroli sekira pukul 05.45, lalu memberikan imbauan kepada warga agar siaga. Kemudian, membantu mengevakuasi orang yang sakit, ibu, anak-anak dan balita dengan menggunakan perahu karet,” kata Akmal lewat gawainya, mengawali ceritanya kepada Bintang Papua, Minggu (21/2) petang.

Menurut Akmal, kondisi banjir di PIR 1 menjadi perhatian serius. Sebab, ketinggian air keruh rata-rata mencapai dada orang dewasa. Bahkan, ada yang sampai menutupi kepala. “Itu (ditemukan) di daerah paling rendah di PIR 1,” katanya.

Aparat gabungan TNI-Polri mengevakuasi warga terdampak banjir dengan perahu karet. (Humas Polda for Bintang Papua)

**

Romo Y.B. Mangunwijaya, seorang rohaniawan cum arsitek Indonesia peraih Ramon Magsaysay pada 1996, pernah berkata, “Tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum rakyat biasa sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan.”

Barangkali, Akmal dan anggota polisi biasa lainnya di Keerom adalah kepingan kecil dari ikhtiar sang romo penolong kaum urakan itu. Mereka bukan saja bertugas menjaga keamanan. Namun juga sebagai penyelamat bagi warga terdampak banjir di Keerom.

Sedari dulu, warga di daerah Perkebunan Inti Rakyat (PIR) memang sudah diingatkan supaya melapor, apabila hujan lebat berdurasi di atas dua jam –mengguyur kampung itu. Alasannya, topografi tanahnya adalah rawa curam dan rentan banjir.

Sepotong kisah haru diungkapkan polisi lulusan Bintara Polri tahun 2007, itu saat berada di tengah para penyintas banjir. Di mana ketika itu seorang nenek yang sedang sakit serius, dan terpasang infus di tangan, harus dilarikan ke rumah sakit. Akmal dan seorang anggota TNI berusaha membopongnya. Alhasil, perempuan paruh baya tersebut dapat ditolong berkat bantuan armada milik warga setempat.

“Saya gendong Ibu itu hingga diangkut mobil milik warga ke Rumah Sakit Yowari, di Sentani. Sementara mobil patroli standby di PIR 1, mengantisipasi apabila ada warga yang harus dievakuasi ke Balai Kampung di Jalur Dua,” ujar suami dari Syamsiah Burhanuddin.

Perihal siapa sosok ibu yang ditolong itu, Akmal mengaku sudah lupa namanya. Hanya, Ia mengatakan jika sosok tersebut adalah seorang transmigran asal Pulau Jawa yang sudah lahir besar di Papua. Selebihnya, Ia dan insan Bhayangkara lainnya lebih fokus mencari dan mengevakuasi warga yang membutuhkan pertolongan.

Memang, Keerom dikenal salah satu daerah transmigrasi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto di masa Orde Baru, sejak 1966. Secara umum, kontur tanahnya adalah hutan rawa. Jika hujan deras, maka air dari Sungai Tami dan Sungai Yapase meluap hingga ke daerah ini.

“Banjir terparah itu terjadi pada 1997. Bayangkan airnya sampai ke ventilasi Mapolsek Sentani Kota. Di Kampung Yanamaa PIR 1 lebih parah lagi, pak! Kemudian 2015, 2018, dan bulan ini,” kata Akmal, menelisik peristiwa yang sama sebelumnya.

Meski demikian, Akmal mengimbau masyarakat agar tetap siaga apabila hujan lebat di wilayah Keerom. Selain itu, memastikan drainase tetap terjaga dari tumpukan sampah dan kayu yang terbawa luapan air sungai.

“Perlu juga kerjasama dengan pemerintah untuk melakukan normalisasi parit menggunakan alat berat, secara berkala. Tapi itu harus dirembukkan pengurus kampung hingga RT/RT,” ujar Ayah dari tiga orang putri, yang sudah 15 tahun bertugas di Mapolres Keerom itu.

Bripda Rehan (rompi merah, kiri) mengevakuasi warga terdampak banjir di BTN Arso Swakarsa, Rabu (3/2) lalu. (Humas Polres Keerom)

***

Tak jauh dari Markas Polres Keerom, tepatnya di Kampung Arso Swakarsa, Brigadir dua (Bripda) Rehan Dwi Pangestu (21) serta rekan anggota Sabhara lainnya, juga mengevakuasi beberapa warga terdampak banjir.

Dari Perumahan BTN Arso Swakarsa, misalnya, sejumlah ibu dan anak dievakuasi karena air bercampur lumpur merengsek ke dalam rumah mereka.

“Banjir di BTN Arso Swakarsa tak begitu tinggi seperti di PIR 1. Rata-rata setinggi lutut. Tetapi mereka memilih berlindung di Gedung Pramuka, demi keselamatannya. Umumnya ibu dan anak-anak yang rentan,” kata Rehan, yang baru dua tahun bertugas di Korps Bhayangkara.

Rehan adalah lulusan Bintara Polri pada SPN Polda Papua, angkatan 43. Ia resmi menyandang pangkat Bripda pada 4 Maret 2019. “Begitu penempatan, saya ditugaskan di Polres Keerom,” katanya.

Sepengamatan Rehan, air bercampur lumpur sempat menggenani koridor jalan Trans Arso – Jayapura. Namun perlahan surut, menyusul cuaca cerah beberapa hari terakhir.

Akmal dan Rehan, bisa dibilang, merupakan garda terdepan di tengah para penyintas banjir di Kabupaten Keerom. Keduanya tak bisa disandingkan dengan pasukannya Patih Gaja Mada pada masa Kerajaan Maja Pahit. Mereka adalah potret Bhayangkara masa kini.

Bantuan Berdatangan

Status tanggap darurat selama 14 hari diberlakukan oleh Pemerintah Keerom, sejak 4 Februari 2021. Luapan Sungai Tami menyusul curah hujan tinggi di daerah itu tak lagi terbendung. Tumbuhan pada sejumlah lahan pertanian, rusak direndam lumpur. Meski status tersebut telah berakhir pada Kamis (18/2) lalu, namun bantuan berdatangan dari berbagai elemen.

“Ada dari berbagai kalangan, mulai komunitas dari berbagai daerah, suporter dan tim sepak bola, lembaga, paguyuban di Papua, dan TNI-Polri. Umumnya makanan dan pakaian, karena tepat untuk situasi begini,” kata Timotius Ap kepada Bintang Papua pada Sabtu (20/2) sore, di rumahnya.

Seorang mama mendapat pemeriksaan kesehatan gratis dari Biddokkes Polda Papua di Kampung Yanamaa, Distrik Arso, Kamis (18/2). (Paul Tambunan/Bintang Papua)

Timotius merupakan salah satu warga RT.14. Ia juga sebagai pengurus Kampung Yanamaa PIR 1. Bila merujuk pada marga Ap, pastilah Ia merupakan perantau asal Kabupaten Biak Numfor. Ia hijrah ke Keerom sejak 1987. Dirinya pun baru saja menjalani purna tugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Keerom.

Timotius berkisah bahwa medio 1997 adalah tahun terparah, di mana ketinggian air akibat banjir mencapai dada orang dewasa. “Sampai ada atap rumah terendam lantaran letaknya di dataran lebih rendah,” katanya. Kakek dari tiga orang cucu ini pun mengajak warga PIR 1 agar lebih memperhatikan kebersihan parit di lingkungan masing-masing.

Edward, seorang warga Jalur Dua di PIR 1 mengungkapkan bantuan yang diterimanya berupa makanan jadi, bahan pokok, pakaian, air bersih serta pemeriksaan kesehatan secara gratis. Ketika banjir, kata Edward, rumahnya sempat tergenang air setinggi pinggang. Akibatnya, sejumlah barang-barang miliknya ikut terendam.

“Ya, terima kasih banyak kepada semua pihak serta TNI-Polri yang membantu kami saat banjir. Perhatian kali ini luar biasa. Tagana, Orari, Rapi hadir semua. Sampai ada (bantuan) dari PSS Sleman dan suporter Persipura. Alumni Jawa Timur dan berbagai instansi dari luar dan dalam Papua,” ujarnya.

 

Bangun Kesadaran

Berbeda dengan Edward, seorang warga lainnya bernama Karel Kalolik yang menggantungkan hidupnya dengan bertani, lebih menyoroti masalah lingkungan. Menurutnya, kesadaran bersama adalah hal yang mutlak diterapkan untuk mengantisipasi banjir. Hal ini mengingat Kampung Yanamaa PIR 1 berada di antara sejumlah sungai.

“Jangan sampai air dari Sungai Bewan, Skamto, Tami, Yapase gabung di sini semua. Lebih baik rapat dulu, baru digali lagi kali besar di luar kampung, lalu sama-sama menggali parit di seputar kampung ini. Begitu yang disampaikan bapak Kapolda waktu berkunjung ke sini,” ujar Karel, seraya menunjukkan beberapa titik luka berupa kudis pada kaki, yang disebabkan kutu air selama banjir.

“Kami juga berharap Perusahaan Kebun Sawit di sini perhatikan dampak lingkungan. Jangan gunduli bukit, tapi tidak ditanam. Kalau hujan deras, kan, kami yang kena banjir.”

Sebelumnya, Kapolda Papua Inpektur Jenderal Paulus Waterpauw menyambangi warga terdampak banjir di Kabupaten Keerom, pada Kamis (18/2) lalu. Bintang Papua berkesempatan ikut rombongan. Paulus menyerahkan 1.850 paket Sembako kepada ribuan warga di Distrik Arso dan Distrik Arso Barat.

Pelayanan kesehatan serta obat gratis, juga diberikan bagi warga Kampung Yanamaa PIR 1. Bahkan, ratusan personil gabungan TNI-Polri juga dikerahkan membersihkan sejumlah lokasi penting di dua distrik tersebut.

“Saya imbau bapak ibu sekalian agar tetap waspada dan hati-hati dalam pemanfaatan hutan. Perlu evaluasi agar tidak terjadi banjir. Saya harap Kepala Kampung dan masyarakat bisa memanfaatkan teknologi saat ini untuk mengetahui kondisi cuaca sehingga cepat diantisipasi,” pesan mantan Kapolda Sumatra Utara itu.

Paulus, seperti biasanya, suka blusukan ke berbagai wilayah hukumnya termasuk Keerom. Ia menjumpai para tokoh masyarakat, kepala suku dan tokoh agama guna memelihara situasi keamanan. Kepada warga Keerom, Ia berpesan agar dapat mengambil hikmah atas bencana banjir yang telah terjadi.

Dia tak segan-segan meminta warga melapor ke kepolisian, apabila ada perusahaan perkebunan yang disinyalir merusak lingkungan hidup. Seperti, membabat hulan dan menambang secara liar.

Di hadapan Kapolda, Pelaksana Tugas Kepala Kampung Yanamaa PIR 1, Arie Frits Deda menjelaskan bahwa banjir terjadi karena meluapnya air Bendungan Koya Timur di Kota Jayapura hingga ke kampungnya. Akibatnya, ratusan warganya sempat dievakuasi ke lokasi yang aman di daerah itu.

Ada pun warga terdampak banjir di Kampung Yanama PIR 1 mencapai 1.495 jiwa. Jumlah ini terdiri dari 399 Kepala Keluarga (KK). Kebanyakan dari mereka memilih bertahan sambil menyelamatkan barang-barang di rumah masing-masing. Namun sebagian lagi sempat ditampung di Balai Kampung Yanamaa. Di situ, dapur umum telah disiapkan pihak terkait.

“Kendala kami adalah ketika terjadi hujan, air pembuangan pada Bendungan Koya Timur meluap sampai ke sini hingga banjir. Kami harapkan bapak Kapolda dapat menjembatani aspirasi kami ke tingkat provinsi,” ujar Deda menyampaikan aspirasi warganya di halaman Balai Kampung Yanama, Senin (18/2) lalu.

Catatan Pemda Keerom hingga Rabu (10/2) lalu, terdapat 175 jiwa warga ditampung di Gedung Pramuka, 398 orang di PIR 1, 27 orang di Gereja Katolik Arso Kota, dan 111 orang di Kampung Sorong. Semuanya memilih pulang setelah air surut.

“Untuk memenuhi kebutuhan pangan korban banjir, Pemkab Keerom telah membuat dapur umum di Gedung Pramuka Arso Swakarsa,” kata Irwan, selaku Pelaksana Harian Bupati Keerom. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer

Komentar Terbaru

error: Content is protected !!