JAYAPURA-Maklumat Polda Papua Nomor Mak/I/2020 terkait pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di masa pendemi Covid-19 tentang Otonomi Khusus (Otsus) dianggap penegakan hukum ‘tebang pilih’.
Pasalnya, Polri tidak mengeluarkan maklumat tentang Covid-19 pada saat jutaan massa menjemput Muhammad Rizieg Shihab yang baru tiba di Tanah Air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Anggota Komisi I DPRP, Laurenzus Kadepa menyatakan penegak hukum di Indonesia, lebih khusus di Tanah Papua masih cenderung diskriminatif karena terlihat adanya maklumat Polda Papua terkait dengan pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat tentang Otsus Papua.
“Kenapa dibatasi jika Lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) itu hanya menjalankan tugasnya sesuai amanah UU Otsus Tahun 2021 (pasal 77), yang bukan rahasia lagi bahwa nasib Otsus ada di tangan rakyat orang asli Papua,” kata Kadepa di Abepura, Senin (16/11).
Dikatakan, mengapa di Jakarta beberapa hari yang lalu ribuan massa dari Front Pembela Islam (FPI) menjemput Muhammad Rizieg Shihab, Ketua FPI di Bandara Soekarno-Hatta, Polri tidak batasi dan tidak keluarkan maklumat ancaman penyebaran Covid-19.
“Kami ini wakil rakyat. Kami tidak mungkin tidur terhadap apa yang terjadi di masyarakat kita,” tuturnya.
Sebab kata Kadepa, di Papua selalu ada diskriminasi dalam penanganan masalah. Mahasiswa mau bicara masalah Otsus dan persoalan rakyat selalu dibubarkan paksa dengan alasan masa pandemi Covid-19 dan juga terkait surat izin aksi selalu dipersoalkan. Sedangkan kelompok lain dengan agenda penolakan terhadap UU Omnibus Law, peresmian stadion PON dan kegiatan lain dibebaskan jalan.
“Semua ini tidak beres. Saya minta keadilan benar-benar ditegakan tanpa pandang kelompok merah atau putih,” tegasnya.(lex)