Pengerahan dan Penggunaan Kekuatan TNI di Kabupaten Intan Jaya Tidak Sesuai dengan Ketentuan Perundangan-Undangan
NABIRE–Lembaga Bantuan Hukum Papua meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas RI) agar segera turun lapangan untuk melakukan Investigasi atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan di Kabupaten Intan Jaya.
“Pendekatan keamanan di Intan Jaya lahirkan pelanggaran hak hidup dan gelombang pengungsian. Maka, Komnas HAM segera Investigas kasus di Intan Jaya,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanual Gobay dalam press release yang diterima Bintang Papua, Rabu (3/2).
Gobai menjelaskan Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat (3), UUD 1945. Maka seluruh tindakan yang dilakukan oleh negara melalui pemerintah dalam segala bidang wajib dilakukan berdasar hukum. Secara khusus berkaitan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI secara tegas diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Menurutnya, berkaitan dengan pengerahan secara teknis kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada presiden. Dalam hal pengerahan kekuatan TNI presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 17, UU No 34/2004).
Apabila dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI. Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI ini, dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan, presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Apabila Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan, presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut (Pasal 18, UU No 34/2004). Sementara itu, berkaitan dengan penggunaan secara teknis Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI. Dalam hal penggunaan kekuatan, Panglima bertanggung jawab kepada presiden (Pasal 19, UU No 34/2004).
Selanjutnya, penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer untuk perang, dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terkait penggunaan kekuatan TNI dalam rangka tugas perdamaian dunia dilakukan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia dan ketentuan hukum nasional (Pasal 20, UU No 34/2004).
Dengan berdasarkan pada ketentuan pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI diatas secara langsung melahirkan pertanyaan apakah dalam implementasi pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI di wilayah kabupaten Intan Jaya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“Berdasarkan fakta sampai saat ini Presiden Republik Indonesia belum perna mengeluarkan keputusan pengerahan kekuatan bahkan sampai saat ini DPR RI belum perna mengeluarkan persetujuan terkait pengerahan kekuatan. Atas dasar itu sudah menunjukan bahwa pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI di wilayah Kabupaten Intan Jaya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” ujarnya.
Dikatakan, ketidakjelasan kebijakan penggunaan dan pengerahan kekuatan keamanan itu, pada pada praktiknya di Kabupaten Intan Jaya penggunaan dan pengerahan kekuatan keamanan terus terjadi sejak tahun 2019, 2020 dan 2021. Atas tindakan penggunaan dan pengerahan kekuatan keamanan itu telah melahirkan pelanggaran HAM milik masyarakat sipil sebagaimana terlihat dalam kasus pelanggaran hak hidup dan gelombang pengungsian.
Lanjutnya, dari sekian pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat sipil di Kabupaten Intan Jaya di tahun 2021 salah satunya sebagaimana terlihat dalam pernyataan Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni memastikan bahwa tiga orang pria yang tewas di Puskesmas Sugapa pada Senin 15 Februari 2021 lalu bukan anggota KKSB atau TPN-OPM.
“Ketiga korban tersebut menurut Bupati Natalis Tabuni merupakan warga sipil. Dengan mendasarkan pada pernyataan Bupati Intan Jaya tersebut secara langsung membantah semua keterangan-keterangan yang sebelumnya disebutkan oleh Kapen Kogabwilhan III Kolonel CZI IGN Suriastawa,” paparnya.(lex)