JAYAPURA-Kebijakan pemerintah pusat tentang new normal (tatanan kehidupan normal) di tengah pandemi Covid-19 (virus Corona) belum bisa diterapkan di Papua.
Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal,SE,MM menegaskan kebijakan new normal dari pemerintah pusat belum bisa diterapkan di Papua.
“Kebijakan Presiden Jokowi (Joko Widodo,red) tersebut disampaikan dalam konteks nasional. Sementara di daerah, kebijakan akan disampaikan oleh kepala daerah tentunya dengan melihat kondisi objektif daerahnya masing masing,” kata mantan Bupati Mimika itu, Kamis (28/5) sore.
Menurutnya, perhitungan pemerintah pusat seperti yang selama ini disampaikan bahwa bulan Mei grafik angka Covid-19 paling tinggi, kemudian bulan Juni angka itu akan menurun.
“Kalau berasumsi ke sana memang sudah bisa menunjukan new normal, tapi kita harus ingat untuk kontes Papua, Covid-19 ini tidak bersama-sama munculnya seperti di Jakarta,” jelas Wakil Gubernur Klemen Tinal.
Dikatakan, kasus Covid-19 baru muncul di Papua pada Maret lalu sehingga jika secara normal seperti yang disampaikan Presiden RI Jokowi dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu, maka Juni akan normal (menurut kaca mata pemerintah pusat).
“Tapi kita di Papua baru akan normal di Juli. Sebab pada Juni, kita baru akan mencapai titik tertinggi,” tegasnya.
Saat ini lanjut Wakil Gubernur Klemen Tinal, baru bulan Mei dan akhir Juni diperkirakan akan menjadi titik tertinggi.
“Sekarang baru Mei sudah lebih dari 450 hari ini saja sudah 656 kasus. Kalau lihat fakta, seperti ini akhir Juli nanti kalau memang kita disiplin semua dengan harapan awal Juli itu kurva mulai turun. Kalau pun mulai turun maka new normal itu kita akan lakukan,” tegasnya lagi.
Terkait wacana new normal ini, lanjut Wakil Gubernur dua periode, pihaknya akan membahasnya bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Papua guna menyamakan persepsi.
“Untuk melihat kira-kira dalam menerjemahkan apa yang presiden sampaikan, hal apa yang bisa kita normalkan atau pun kita fleksibel itu,” terangnya.
“Kita tidak ketat sekali juga tapi kita lihat fakta. Kita bisa longgarkan mana tapi dengan pelonggaran itu, tidak menambah, beban kesehatan di Provinsi Papua,” sambungnya.
Ia menambahkan, pemerintah pusat tidak bisa menyamakan Papua dengan daerah lain di Indonesia, sebab dilihat dari historinya penyebaran Covid-19 berbeda.
“Historinya Papua tidak serentak secara nasional, kita baru terjadi di bulan Maret akibat cluster dari Jawa Barat dan Gowa. Ini fakta historinya, jadi kita terlambat terjadinya Covid-19, otomatis normalnya juga sebulan lebih lambat,” terang pemimpin Papua yang hobi bermain catur itu.
Dia berharap masyarakat bisa tetap disiplin. “Kita jaga semua dengan baik tidak ada yang mustahil.
Kalau semua kita bisa lakukan dengan baik,” pungkasnya.
Hingga Rabu 27 Mei 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Papua mencapai 652 kasus dengan rincian 458 dirawat, 183 sembuh dan 11 meninggal dunia.(berti)