BerandaOpiniKapan Rasisme akan Tercabut? Ini Solusinya!

Kapan Rasisme akan Tercabut? Ini Solusinya!

Oleh
Alexander Gobai

Benarkah isu rasisme yang baru ini muncul dan mendapat serangan dari pihak lain kepada Aktivis Kemanusian Bung Natalius Pigai akan berakhir secepatnya dan akan usai di tahun 2021 yang juga Dana Otonomi Khusus akan berakhir. Kita berdoa dan bekerja agar semua kasus di Papua bisa diselesaikan berdasarkan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Di tahun 2019, pernah terjadi sebuah peristiwa menolak rasisme di Tanah Papua. Demonstarasi spontanitas yang terjadi itu, akibat adanya teriakan monyet terhadap Mahasiswa Papua yang mengeyam Pendidikan di Surabaya, Jawa Timur.

Asal mula terjadi ujaran berbaur rasis itu, akibat dugaan pencabutan Bendera Merah Putih dan menjatuhkan di selokan tepat di Asrama Kamasan Mahasiswa Papua yang tepatnya pada tangal 16-17 Agustus 2019 yang merupakan hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Dugaan berbagai kelompok warga Surabaya terhadap bendera dilakukan oleh mahasiswa Papua. padahal, dugaan itu hingga kini belum terbukti, siapa yang melakukannya.

Peristiwa rasisme menggoncang nusantara hingga belahan dunia yang merasa kulit hitam dihina dan dicaci maki dengan merendahkan harkat dan martabat dengan sebutan monyet.

Papua membara. Mahasiswa dan Pemuda mengambil alih dan menjadi koordinator lapangan melawan rasisme di Tanah Papua. Mulai dari tanggal 19-28 Agustus 2019, Papua dan Papua Barat tergoncang dengan demonstrasi menutut agar pelaku ujaran rasisme ditangkap dan diadili.

Namun, aksi itu terbentur dengan segala macam kepentingan nasional. Hingga akhirnya, sebagaian mahasiswa dan rakyat Papua ditangkap, ditahan, dipejarahkan dan diadili dengan mengenakan pasal Makar (106), (160), (110).

Agenda nasional telah berhasil. Isu Otonomi Khusus mulai diangkat dipermukaan, isu pemekaran provinsi dan kabupaten melebar, pengakatan CPNS, isu PON Papua dan isu lainnya.

Selain itu, beberapa pejabat, aparat keamanan diangkat jabatan di tingkat kementerian, tingkat Kapolri, Kapolres, Kapolda dan lain sebagainya.

Pada tahun 2020, pandemi Covid-19 muncul. Hingga akhirnya, segala kepentingan pembangunan dan pertumbuhan hingga ruang demokrasi dibatasi dengan alasan Covid-19. Pembatasan sosial besar-besar dilakukan dengan anjuran keputusan pusat yang harus diikuti semua daerah di nusantara.

Meski situasi Covid-19, isu Otonomi Khusus masih terus eksis dibahas di bangku dewan kehormatan, baik pusat maupun provinsi. Isu pemekaran pun terus diketuk di pintu presiden dengan memberikan tawaran tanah berhektare-hektare kepada pemerintah pusat. Dan masih banyak lagi yang dilakukan oleh pejabat dan elit politik Papua.

Tahun 2021, di tengah isu Otonomi Khusus, muncul lagi, dengan isu sebutan rasisme kepada salah satu Aktivis kemanusiaan, Bung Natalius Pigai. Isu itu sudah mulai buming di permukaan. Beberapa tokoh Papua sebanyak 500 lebih Tokoh Papua telah melakukan petisi memproses ujaran rasisme kepada Bung Natalius Pigai.

Upaya yang dilakukan sekelompok tokoh Papua merupakan langkah legal yang mestinya negara sikapi bahwa isu rasisme yang kian hari selalu saja diutarakan kepada rakyat Papua masih tumbuh subur. Dan tentunya, ke depan rasis akan tumbuh subur terus, bila hari ini tidak disikapi tegas.

Undang-Undang (UU) 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Suku dan Etnis menjamin. Sementara, Ujaran rasisme masih terus saja ada. Sepatutnya negara hadir melaksanakan UU yang dbuat sebagai bentuk wujud menghargai satu dengan yang lainnya. Namun, ini tidak. Malah terus membiarkan kesuburan rasis berkembang di Tanah Air. Demokrasi dan hukum Indonesia akan diketawai negara lain.

Perlawanan rasisme tahun 2021, apakah Para Pejabat dan elit politik bisa memogokkan aktivitas yang sama seperti tahun 2019?

Berbicara dengan kapala dingin adalah solusi demi menyelesaikan berbagai persoalan. Berbicara dengan negara yang menganut negara hukum dan demokrasi akan sama dengan berbicara dengan sistem Orde Lama dan Orde Baru. Bicara dengan kapala dingin akan diteror dan diancam dan itu sudah menjadi budaya Indonesia ini. Kita mesti terbuka saja. Sistem Presidensial, tetapi diadalamnya Sistem Otoriter. Orde Reformasi tapi di dalamnya Orde lama dan Orde Baru.

Melihat dinamika ini, pejabat dan elit Papua sudah tahu. Namun, mereka pura-pura tidak tahu. Kalau begitu, rasisme akan berakhir dengan upaya yang dilakukan beberapa tokoh Papua petisi dan lain sebagainya. Mungkin hanya teguran bisa saja. Tetapi, akhiri dengan akarnya, butuh mimpi yang panjang.

Papua akan terus dihadapkan dengan berbagai isu. Isu rasisme hari ini, besok akan ada isu baru lagi. Ibarat, anak ayam yang kehilangan induk. Itulah Orang Papua dan sifat orang Papua.

Saya pikir, kalau mau selesaikan rasisme, cabut akarnya dan selesaikan secara bermartabat.
SOLUSI PERLAWANAN RASIS

Upaya dan langkah-langkah penghapusan rasis dan ujaran rasisme harus ditindakanjuti. Pertama, pelaku ujaran rasisme mesti diadili dan diproses secara hukum yang berlaku.
Kedua, mesti memogokkan aktivitas dan memintah Presiden RI Joko Widodo menjamin penghapusan rasisme di Tanah Air. Bahwa Berbeda-beda suku dan budaya adalah Satu. Jaminan itu harus diberikan kepada rakyat Papua. Pejabat dan elit Papua harus lepaskan baju dan serahkan kepada presiden.

Ketiga, mesti melakukan deklarasi stop rasis di Tanah Papua. Jika perlu membuat Peraturan Khusus Gubernur Papua yang dijamin negara. Apabila, setiap warga negara yang mengeluarkan ujaran rasisme diproses dan diadili.

Penulis : Eks Tapol Korban Rasisme (2019) Tinggal di Paniai

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer

Komentar Terbaru

error: Content is protected !!