JAYAPURA– Dalam waktu dekat akan di deklarasikan Forum Muda Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (FMP4B), hal tersebut disampaikan Ketua Panitia Deklarasi Forum Muda Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (FMP4B) Saneraro Samaer, Sabtu (21/08).
“Forum ini terbentuk melihat banyaknya fenomena persoalan dan konflik di Papua yang berujung in’efisiensi dan in’efektifitas pelayanan publik di Provinsi Papua dan Papua Barat, ini merupakan akumulasi dari berbagai persoalan, apabila dibedah satu persatu seperti benang kusut,” katanya.
Menurutnya, persoalan kemiskinan struktusal, persoalan korupsi, persoalan kesehatan, persoalan pendidikan, persoalan hak Ulayat Masyarakat Adat dan proses pembangunan infrastruk, persoalan konflik sosial, persoalan ketidakadilan dan masih banyak persoalan yang bisa kita ungkapkan satu Persatu.
“Ditengah berbagai persoalan yang saat ini sedang terjadi di Papua, tapi juga akumulasi persoalan dari masa lampau yang dirasakan belum terselesaikan, kini Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Otonomi Khusus Jilid Dua,” katanya.
Sementara lanjutnya, Otsus Jilid Satu sendiri masih menyisakan berbagai persoalan yang belum selesai, tetapi suka atau tidak suka, terima atau tidak terima, otonomi khusus jilid dua telah ditetapkan dalam sebuah undang undang.
“Untuk itu kita harus meresponnya dengan membangun sinergitas baik secara pikiran dan peran,” ungkapnya.
Presiden Jokowi sendiri adalah presiden pertama yang paling banyak berkunjung ke Papua. Itu sebuah hal yang sebagai orang asli Papua patut di syukuri dan patut di apresiasi, tetapi justru di dalam periode kepemimpinan Jokowi inilah intensitas konflik antara orang asli Papua dengan negara menjadi sangat tinggi di dalam sejarah integrasi.
“Hal hal ini tentu menjadi anomali dan menjadi pertanyaan bagi kita semua, tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi atau apa yang akan terjadi di masa mendatang, apakah orang asli Papua akan tergilas perubahan dan remuk dihadapan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian? ataukah orang Papua akan survive dan adaptif sebagai bagian dari masyarakat global,” tegasnya.
Diantara seluruh polemik, di antara hitam-putihnya persoalan Papua, lanjutnya, maka kami Mantan Pimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa dan Mantan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Cenderawasih sepakat untuk Berhimpun, menggagas dan mengkonsolidasikan diri dalam sebuah wadah yang kami sebut Forum Muda Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Parat dengan Singkatan, FMP4B.
“Ini adalah sebuah sikap progresif yang tidak saja bersifat kontribusi kritik kepada pemerintah, namun tentu gerakan ini merupakan sebuah media kontribusi aplikatif solusi, solusi konstruktif bagi pemerintah dalam tugas dan tanggung jawab pelayanan terlebih melakukan percepatan-percepatan pembangunan dalam berbagai Aspek sebagaimana semangat dan Amant Undang-Undang Otsus Jilid II, terhadap orang asli Papua,” katanya.
Para mantan Pimpinan BEM dan MPM UNCEN yang datang dari berbagai latar belakang disiplin ilimu dan Profesi yang Berbeda tentu memiliki misi yaitu mewujudkan masyarakat Papua yang sejajar dan setara serta mampu bersaing dalam berbagai aspek kemajuan bangsa merasa penting untuk dilibatkan secara aktif sebagai bagian dari civitas academica Universitas Cenderawasih untuk kemajuan bangsa Indonesia.
“Sebagai orang asli Papua, kami juga cukup ragu dengan proses berbangsa dan bernegara. Ada banyak tidakadilan yang dialami oleh orang asli Papua, tetapi sebagai pemimpin kita tidak bisa menawarkan sebuah skeptisme kepada rakyat Papua, tapi kita harus mau melakukan perkara kecil, kita mau melakukan dan berkarya bagi orang disekitar kita dan kita harus mau melakukan apa yang paling mungkin untuk bisa kita kerjakan saat ini, di tanah ini,” terangnya.
FMP4B terbentuk di inisiasi oleh tiga mantan pimpinan mahasiswa Uncen angkatan 2000 yaitu Deni Alfred Wafumilena, Andre Fonataba dan Habelino Sawaki.
“Kami bertiga mewakili alumni Uncen angkatan masuk kampus tahun 2000 yang menggagas pertemuan, dan agenda yang mengumpulkan mantan pimpinan mahasiswa uncen untuk kemudian berbagi Wawasan dan berbagi pemikiran, tentang sebuah wadah bisa berkontribusi bagi proses pembangunan yang sedang berlangsung di tanah Papua,” katanya.
Kita boleh protes, kata Saneraro Samaer, kita juga boleh skeptis. Tetapi kita harus mau dan mampu melakukan apa yang paling mungkin kita lakukan saat ini, di tempat ini.
“Agenda kerja wadah ini, pertama-tama kami akan melakukan sosialisasi, melakukan diskusi dan menerima banyak masukan dan pikiran dari pihak-pihak yang dianggap memiliki kapasitas lebih, sehingga dari sisi konsep bisa lebih baik dan lebih matang,” katanya.
Kami berharap, lanjutnya, relasi dan hubungan kemitraan antara wadah ini dengan struktur-struktur pemerintahan, struktur politik dan struktur ekonomi stakeholder yang terkait dengan pembangunan ini bisa terjalin.
“Kami akan mencoba untuk berkomunikasi, dan membangun relasi dengan pak wakil presiden sebagai pimpinan Tim Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat serta dengan Kementerian Terkait,” jelasnya.
Panitia bertugas menyiapkan segala hal menyangkut pembentukan wadah ini. Dan beberapa pokok pikiran akan diserahkan kepada inisiator yaitu Habelino Sawaki, Deni Alfred Wafumilena dan Andre Fonataba untuk membawa dan mengantarkan ke lembaga terkait.**