JAYAPURA-Sekretaris II Dewan Adat Papua (DAP), John NR Gobai, menyatakan penyelesaian kasus korupsi jelas, tata cara ber acara juga jelas dan tegas dan sederhana, pengadilannya jelas, semenara kasus Hak Asasi Manusia (HAM) masih setengah hati dilaksanakan.
Menurutnya, terlihat jelas dalam 3 kasus HAM di Papua yang masih mengendap di Papua dan juga vonis-vonis kasus HAM yang terlalu rendah yang tidak membawa keadilan bagi korban dan keluarga korban, serta regulasi yang lemah.
“Ternyata uang yang hilang jauh lebih penting daripada manusia yang mati, padahal dua hal ini sama sama pentingnya,” kata Gobai di Abepura, Kamis (10/12).
Ia menilai, pentingnya ada Undang-Undang khusus Acara HAM agar pengaturan jelas, tidak mengikuti KUHAP seperti yang ada dan terjadi selama ini, sesuai Pasal 10 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
“Uang yang hilang, masih ada kemungkinan aset dari seseorang yg terduga korupsi disita untuk menggantikan uang yang diambil, kalo manusia yang mati tentu tidak bisa di ganti,” ujarnya.
Menurut Gobai, cara analisasi regulasi, maka kewenangan Komnas HAM harus sama dengan kewenangan KPK bisa menangkap orang yang terduga pelanggar HAM. Perwakilan Komnas HAM RI di Papua harus diubah menjadi Komnas HAM Papua. Untuk itu UU No 39 tahun 1999 harus diamandemen termasuk juga frasa Perwakilan dalam Pasal 46 UU No 21 tahun 2001 harus dihapus dan menjadi Komnas HAM Papua.
Karena menurutnya, mengingat Pasal 10 UU No 26 tahun 2000 yang mengatur bahwa dalam ber acara menggunakan KUHA Pidana, ini yang harus diamandemenkan dengan sebuah pengaturan baru atau ada pengaturan khusus dengan Kitab acara HAM sebagai dasar beracara bagi kasus HAM harapannya adalah kewenangan Komnasham RI mesti sama dengan KPK.
“Ke depan diharapkan agar penegakan hukum untuk Pelanggar HAM harus sama pola dan UUnya dengan Pelaku Tindak Pidana Korupsi, jangan uang hilang jdi terlalu penting daripada Manusia yang mati,” Katanya.(lex)