JAYAPURA – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua menetapkan Direktur Perhimpunan Advokasi Kebijakan Hak Asasi Manusia (PAK-HAM) Papua Mathius Murib jadi tersangka kasus korupsi dana hibah dari pemerintah senilai Rp 1,5 miliar, untuk pemulangan 210 mahasiswa eksodus Papua, pada 2019 lalu.
Dari total dana tersebut, hanya Rp 369.487.111 yang bisa dipertanggung jawabkan tersangka. Sedangkan sisanya Rp 1.130.512.889 diduga kuat digelapkan pelaku untuk keuntungan pribadi. Jumlah uang yang tak bisa dipertanggung jawabkan tersangka pun ditetapkan menjadi kerugian negara.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Brigjen Pol Mathius Fakhiri mengatakan, Mathius Murib sudah dijebloskan ke sel tahanan Polda Papua, sejak ditetapkan tersangka pada Senin (7/12) lalu.
“Tersangka MM sudah kami tahan di Mapolda Papua sejak 7 Desember 2020 lalu. Dana hibah Rp 1,5 miliar itu dipercayakan untuk digunakan mengurus pemulangan para mahasiswa eksodus Papua ke kota studi masing-masing, pada 2019 lalu,” kata Fakhiri dalam konfrensi pers di Mapolres Keerom, Rabu (9/12) sore.
Fakhiri memaparkan dana hibah itu dicairkan secara bertahap oleh pemerintah. Kini, 17 saksi tengah diperiksa penyidik Dit Reskrimsus Polda Papua terkait kasus itu.
“Pemeriksaan penyidik ahli terhadap Keuangan Daerah, Auditor BPKP juga tengah kami lakukan,” ujar Mantan Dansat Brimob Polda Papua ini.
Fakhiri bilang, tidak tertutup kemungkinan tersangka bakal bertambah dari belasan saksi yang diperiksa.
Atas perbuatannya, Mathius Murib dijerat Pasal 2 dan Pasal 8 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana perubahan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun, dan paling lama 20 tahun.
Untuk diketahui, PAK-HAM merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen pada bidang advokasi HAM. Mathius Murib adalah Direktur dalam lembaga ini.
Ribuan mahasiswa asal Papua dari berbagai kota studi, eksodus ke Jayapura dan daerah terdekat sebagai bentuk protes terhadap kasus rasisme di Surabaya, pada Agustus 2019 lalu.
Kerusuhan pun pecah di Papua dan Papua Barat saat mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa akibat kasus rasisme tersebut. Setelahnya, pemerintah daerah dengan unsur Forkopimda berupaya mencari solusi pemulangan mahasiswa eksodus ke kota studi masing-masing.
Kemudian, Mathius Murib yang aktif mengadvokasi para pelajar ini, mengajukan proposal ke Pemerintah Provinsi Papua sebagai dukungan biaya transportasi pemulangan 210 mahasiwa eksodus.
Dengan mengalokasikan dana hibah, Pemerintah Provinsi Papua mempercayakan Mathius Murib untuk mengurusi pemulangan ribuan mahasiswa tersebut. Penandatanganan Nota Perjanjian Hibah dilaksanakan pada 4 Desember 2019. Sementara pencairan dana dilakukan pada 13 Desember 2019. (tmb)