JAYAPURA-Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Herman Asaribab segera perintahkan untuk menangkap dan adili oknum anggota TNI pelaku tindak pidana kekerasan yang menyebabkan tewasnya Dimisi Balingga (19) dan melukai enam (6) orang lainnya di Sentani, Kabupaten Jayapura, Rabu (4/11).
Informasi yang diterima Bintang Papua dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Sabtu (7/11) malam menyatakan bahwa kasus ini bermula dari laka lantas antara Meki Suhinap dan seorang oknum anggota TNI yang mengakibatkan motor dari Meki rusak pada Rabu (4/11).
Dimana, negosiasi sempat dilakukan namun karena tidak ada titik temu sehingga sempat ada pengejaran oleh keluarga Meki Suhinap terhadap oknum anggota TNI tersebut, karena tidak berhasil keluarga Meki Suhinap kemudian menyita handphone dan motor milik oknum anggota TNI itu untuk menjadi jaminan agar, oknum anggota TNI tersebut dapat mengganti kerusakkan motor milik Meki Suhinap.
Tidak lama kemudian, sekitar pukul 22.00 WIT, kurang lebih 20 orang anggota Yonif 751 dengan menggunakan pakaian preman membawa samurai, pisau, linggis mendatangi kompleks asrama Soloikma menggunakan kendaraan roda dua dan langsung masuk melakukan penyisiran dari rumah ke rumah. Karena takut sebagian besar warga dan anak-anak di sekitar asrama lari meninggalkan tempat tingal mereka.
Penyisiran ini berakhir dengan korban masyarakat sipil di antaranya, Dimisi Balingga (19), siswi SMK Marturia Sentani dengan kondisi ditendang pada bagian bawah perut, tidak lama kemudian meninggal dunia. Pinet Bahabol (23), mahasiswa Fisip Uncen angkatan 2017 dengan kondisi memar pada kedua mata, pelipis robek 4 jahitan, pipi sobek, sobek pada hidung.
Edi Kobak (31), pekerja swasta dengan kondisi luka pada kepala bagian belakang dan pelipis robek 4 jahitan. Mince Kobak (29), ibu rumah tangga dengan kondisi bibir atas robek. Esa Bahabol (21), mahasiswa Fisip Uncen angkatan 2017 dengan kondisi pelipis sobek, bibir atas dan bawah pecah. Niko Pahabol (34), pendeta dengan kondisi bibir bagian atas dan bawah sobek 6 jahitan, memar pada pipi sebelah kiri.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobai,SH,MH menyatakan tindakan kekerasan yang sewenang-wenang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap masyarakat sipil bukan lagi menjadi hal baru terutama di Papua.
“Seringkali dengan menggunakan seragam lengkap dan senjata menjadi kekuatan mereka untuk mengintimidasi dan dapat melakukan kekerasan terhadap masyarakat sipil seenaknya, bahkan beberapa kasus yang terjadi menimbulkan korban jiwa,” kata Gobai dalam press release yang diterima Bintang Papua, Sabtu (7/11) malam.
Gobai menanyakan apakah dengan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan dengan status mereka sebagai aparat TNI ini membuat mereka kebal terhadap hukum?
Menurutnya, pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945 telah menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
“Artinya setiap perbuatan yang melanggar hukum dapat diadili termasuk (oknum) anggota TNI yonif 751 yang melakukan tindakan pidana,” terangnya.
Gobai menerangkan berdasarkan amanat UUD 1945 di atas, maka pemberlakuan pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan tetap berlaku bagi anggota TNI yang melakukannya.
“Dalam kasus penganiayaan ini yang menyebabkan luka berat terhadap 6 Orang dan 1 orang meninggal, (sehingga) para oknum TNI tersebut dengan jelas dapat dikenakan Pasal 2 dan 3 dimana masing-masing dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan 7 tahun,” jelasnya.
Selanjutnya kata Gobai, apabila tindakan penganiayaan tersebut dilakukan secara bersama-sama, maka oknum anggota TNI juga dapat dikenakan Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan. Hanya saja memang dalam proses peradilan terhadap anggota TNI akan melalui peradilan Militer sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.
“Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa para pelaku dapat diproses melalui peradilan umum apabila tindak pidana tersebut dilakukan diluar tugas mereka, (sehingga) dapat lebih terbuka dan dipantau oleh masyarakat dalam proses peradilannya,” terangnya lagi.
“Dasar hukum di atas sebagai landasan yang menunjukkan bahwa aparat pertahanan negara (oknum anggota TNI Yonif 751,red) pun tidak kebal terhadap sanksi hukum dan tetap dapat diproses sebagaimana masyarakat sipil apabila mereka melakukan tindak pidana,” sambungnya.
Gobai menyatakan Pangdam XVII/Cenderawasi, Mayjen TNI Herman Asaribab untuk bertindak kooperatif agar ke-20 anggota Batalyon Infantri 751/Rider dapat segera diproses dan menindak tegas setiap anggotanya agar tindak bertindak sewenang-wenang di luar tugas pokoknya.
“POM dan Oditur Militer untuk menindak tegas, segera memproses dan dapat menerapkan pelanggaran tindak pidana tersebut sesuai dengan Pasal 351 dan 170 KUHP,” pintanya.
Ia meminta juga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI segerah membentuk tim investigasi dan melakukan investigasi atas fakta pelanggaran hak hidup milik Demisi Balingga yang dijamin pada Pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999.(lex)
Anggota TNI dan Polisi jika JPU menuntut do atas 5 tahun atas Perbuatan melanggar Hukum Maka biasanya (ikuti dengan Hukum disiplin dengan pemecetan.
Harus di proses Hukum secara Reebok’s agar semua masyarakat ikuti proses hukumnya.