BerandaPolitikKPU Papua Usulkan Tambahan Anggaran Rp 15 Miliar

KPU Papua Usulkan Tambahan Anggaran Rp 15 Miliar

JAYAPURA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua mengusulkan penambahan anggaran Rp 11 miliar untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di 11 kabupaten di Tanah Papua.

Ketua KPU Papua, Theodorus Kossay mengatakan, awalnya KPU Papua mengusulkan ke Pemerintah Provinsi Papua untuk membantu anggaran Rp 35 miliar pada pilkada 11 kabupaten di Papua. Namun lanjut Kossay, setelah ada rasionalisasi akhirnya tinggal Rp 16 miliar lebih.

“Dari Rp 16 miliar yang kami usulkan itu, hanya diberikan Rp 5 miliar. Jadi, kami masih kurang Rp 11 miliar, sehingga kami usulkan agar ada tambahan anggaran itu,” kata Theodorus Kossay usai rapat dengar pendapat bersama DPR Papua, Rabu (22/7) malam.

Menurutnya, anggaran yang diberikan Pemprov Papua kepada KPU Papua sebesar Rp 5 miliar itu, tidak cukup. Mengingat kondisi geografis, pandemik covid-19 dan kegiatan KPU Papua.

Kossay pun mencontohkan, jika KPU Papua turun ke suatu daerah dalam 1 tim terdiri 4 – 5 orang, tentu tidak bisa langsung ke daerah, karena pesawat tidak lancar di masa pandemik covid-19.

“Misalnya ke Waropen atau Supiori, itu pesawatnya dibuka Senin dan pulang hari Kamis, pada waktu yang sama Nabire juga pilkada, kita harus ke Nabire dalam waktu yang sama. Harus sewa speedboat yang tentu butuh biaya tidak sedikit,” contohnya.

Apalagi, lanjut Theodorus Kossay, KPU Papua tidak menginginkan terjadinya kekacauan atau konflik dalam pesta demokrasi yang akan berlangsung di 11 kabupaten di Tanah Papua.

Theo Kossay menuturkan, jika awalnya KPU Papua mengusulkan anggaran Rp 35 miliar dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan pandemik covid-19 serta kegiatan KPU Papua. Sebab, sambung Kossay, KPU Papua bukan melakukan kegiatan sosialisasi, tapi KPU Papua memberikan bimtek, koordinasi, supervisi, monitoring dengan tujuh devisi yang ada. Yakni devisi sosialisasi dan pendidikan masyarakat, devisi hukum, devisi teknis penyelenggara, devisi SDM, devisi keuangan dan devisi logistik.

“Jadi, kalau satu devisi turun di satu kabupaten dengan tahapan yang berbeda, bayangkan itu bisa berapa hari? Keerom bisa pulang balik, tapi jika tempatnya di perbatasan, bagaimana KPU melakukan supervisi. Jadi, KPU harus memberikan edukasi kepada penyelenggara tingkat bawah,” ucapnya.

Dikatakan, bukan KPU Papua tidak melaksanakan tahapan pilkada, tapi KPU Papua menginginkan supaya tahapan berjalan dengan baik, jika anggaran disesuaikan dengan tahapan. Tapi, jika di suatu tahapan, anggaran tidak ada, pasti dihentikan tahapannya.

“Dengan pertimbangan itu, kami merasa apa yang diberikan itu masih kurang, maka mohon kepada DPR Papua dengan mempertimbangkan kondisi dan indikator yang telah kami sampaikan, maka rasionalisasi yang sudah kami lakukan, bisa dianggarkan dalam APBD Perubahan 2019,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan, DPR Papua ingin mendengarkan langsung persiapan KPU dalam proses dan tahapan Pilkada pada 11 kabupaten.

“Kami melihat KPU sudah siap, tahapan-tahapan sudah berjalan. Namun, kelihatan agak terganggu dalam sistem penganggaran, yang awalnya DPR Papua menganggap bahwa KPU provinsi bukan penyelenggara, hanya melakukan sosialisasi dan sebagainya. Tapi, hari ini kami baru tahu bahwa KPU Papua juga melakukan supervisi,” katanya.

Yang paling penting, kata Jhony Banua Rouw, KPU Papua melakukan kegiatan sosialisasi, supervisi, bimtek dan KPU provinsi menjadi perpanjangan tangan dari KPU Pusat, sehingga semua regulasi lewat KPU provinsi dan KPU provinsi harus melakukan itu kepada kabupaten/kota, sehingga ada pembiayaan yang dibutuhkan oleh KPU Papua.

“Mereka tentu harus datang melakukan sosialisasi dan yang paling penting mereka melakukan supervisi mulai dari awal tahapan yang butuh tenaga, pikiran dan biaya yang besar. Apalagi, kita tahu dengan kondisi Papua yang susah, apalagi dengan Covid-19 ini banyak penerbangan yang dilayani secara reguler, maka yang tadinya bisa sehari pergi pulang, bisa 4 – 5 hari akhirnya cost bengkak, tadinya pesawat regular, akhirnya carter,” paparnya.

Untuk itu, kata Jhony Banua Rouw, KPU Papua masih sangat membutuhkan biaya dan banyak sekali supervisi yang harus dilakukan, lantaran banyak masalah yang terjadi di tahapan – tahapan itu.

“Kami khawatir ke depan, jika kita tidak menyiapkan biaya yang cukup, waktu pelaksanaan Pilkada 11 kabupaten itu, terjadi masalah di sana, bagaimana KPU bisa datang melakukan supervisi pada saat perhitungan suara. Kadang KPU daerah mungkin melakukan hal yang tidak sesuai aturan, sehingga supervisi ini penting agar kualitas demokrasi atau pemungutan suara terjaga dan tidak terus menerus menganggap Papua sebagai daerah rawan konflik Pilkada,” tandasnya.

Dikatakan, selain menjaga kualitas demokrasi Papua, KPU juga menjaga nama baik Papua agar tidak ada image bahwa setiap pilkada di Papua selalu terjadi konflik. Padahal, Papua bisa lebih baik.

“Dalam RDP yang dihadiri tujuh fraksi ini, pada umumnya tujuh fraksi menyatakan cukup merespon apa yang menjadi kendala KPU dan kita akan coba membicarakan dengan eksekutif dalam pembahasan pada APBD Perubahan tahun 2019 ini. Mudah-mudahan kita bisa mengajak eksekutif melihat masalah ini supaya kita bisa menambah biaya sehingga kualitas dari Pilkada bisa maksimal untuk melahirkan pemimpin yang baik,” katanya.

Selain itu, imbuh Jhony Banua Rouw, DPR Papua juga mempertimbangkan bahwa KPU Papua tidak memiliki kantor, lantaran terbakar beberapa waktu lalu dan kantor masih sewa tentu butuh biaya tambahan.(nik)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer

Komentar Terbaru

error: Content is protected !!