JAYAPURA-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Pangkogabwilhan III untuk menunjukan barang bukti korban penembakan yang menewaskan Sellu Karunggu (18) dan ayahnya bernama Elias Karunggu (34) di Kenyam, Kabupaten Nduga pada Sabtu (18/7).
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan pentingnya menunjukan barang bukti untuk memastikan status kedua korban tersebut merupakan bagian dari kelompok bersenjata (TPN-OPM) atau warga sipil.
Selain itu, pembuktian tersebut juga memberikan keyakinan kepada publik atas rentetan peristiwa di Nduga yang melibatkan kedua korban.
“Kami minta di Pangkogabwilhan III menunjukan bukti fisik senjata dan nomor serinya, senjata tersebut terakhir dipegang satuan apa, itu penting. Apabila kedua orang ini memegang senjata maka bisa ditelusuri pada konflik mana mereka merampas senjata itu,” kata Frits kepada Bintang Papua, Rabu (22/7).
Frits mengaku telah menerima dua laporan dengan versi berbeda atas rentetan penembakan di Nduga. Dari pihak Pangkogabwilhan III menyebutkan kedua orang ini KKSB (TPN-OPM) kelompok Egianus Kogoya, sementara versi dari kelompok masyarakat Nduga menyampaikan kedua orang tersebut adalah warga sipil.
Frits menuturkan laporan pihak TNI sebagaimana yang disampaikan Kepala Penerangan Pangkogabwilhan III, Kolonel Czi Gusti Nyoman. Dikatakan, kedua korban tersebut sudah diintai sejak lama hingga ditemukan ada transaksi senjata oleh korban.
“Pertanyaan penting adalah apakah ada kontak senjata saat itu, rupanya tidak ada kontak senjata. Kalau keduanya tidak dalam posisi membahayakan, kenapa tidak menggunakan protap dengan memberikan tembakan peringatan atau melumpuhkan. Jangan mematikan, karena untuk kepentingan pengungkapan,” tegas Frits.
Selain itu menurutnya Pangkogabwilhan III harus berkoordinasi baik dengan pemerintah dan pemangku kepentingan di daerah Kabupaten Nduga, terkait maksud keberadaan anggotanya. Wilayah pengungsian dan perlintasan warga juga harus aman dari gangguan atau tekanan dalam bentuk apa pun. Apalagi penanganan pengungsi belum selesai pasca-penegakan hukum atas pembantaian karyawan PT.Istaka Karya 2 Desember 2018 lalu.
Komnas HAM berharap Pemda setempat bersama TNI dan Polisi bisa mengungkap apakah memang kedua korban anggota KKSB (TPN-OPM) atau tidak.
“Saya mengingatkan Pangkobwilhan III, tidak boleh melakukan operasi sendiri. Operasi harus ada di bawah pengendalian Pangdam atau Kapolda. Mereka itu dari wilayah luar dan tidak memahami perilaku sosial budaya masyarakat setempat,” pesan Frits.(tambunan)