JAYAPURA-Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengharapkan para mahasiswa serta seluruh tokoh masyarakat Papua agar benar-benar memahami rentetan permasalahan yang melilit tujuh (7) Tahanan Politik (Tapol) yang telah menjadi terdakwa di balik kerusuhan Jayapura, pada 18 Agustus 2019 lalu.
Tujuh (7) terdakwa itu kini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka didakwa sebagai dalang kerusuhan hingga pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura.
Waterpauw mengajak masyarakat agar menghargai proses hukum yang berjalan. Apa pun hasilnya nanti, itulah yang menjadi keputusan terbaik oleh hakim terhadap ketujuh (7) terdakwa.
“Saya berharap kepada para tokoh untuk kita berbicara. Klarifikasi dan hargai tugas kami. Kita hargai proses hukum. Apa pun hasilnya nanti itu adalah keputusan hakim. Jangan membuat opini yang acak,” tegas Waterpauw kepada wartawan di Mapolda Papua, Jumat (12/6) sore.
Menurut Waterpauw, perbuatan ketujuh (7) terdakwa dalam kerusuhan Jayapura haruslah dipertanggungjawabkan di depan hukum, sesuai peran masing-masing.
Sebagai penegak hukum, polisi telah bekerja dalam mengungkap kerusuhan hingga menangakap para aktornya. Hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan serta memberi rasa adil bagi seluruh masyarakat Papua.
“Gak usah bicara banyak kalau tidak tahu tentang permasalahan. Tanya kepada kami, jangan secara sepihak datang membawa aspirasi dan seakan-akan itu sudah benar,” tegas Jenderal Polisi asal Kaimana, Papua Barat itu merespon riak-riak yang muncul belakangan ini terkait tujuh (7) terdakwa.
“Harus dipahami, peran ketujuh (7) orang itu sebagai tokoh atau sosok pengendali dalam rangka mendorong kekerasan itu terjadi. Kita bicara hukum dan kami sebagai penegak hukum objektif menanganinya,” jelasnya.
Untuk diketahui, tujuh (7) terdakwa yang disidangkan di Kalimantan Timur itu merupakan mahasiswa dan aktivis. Mereka ditangkap dan diadili pasca-sejumlah demonstrasi memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Ketujuh (7) Tapol Papua yang diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan itu adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Buchtar Tabuni, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika, Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alexander Gobay, serta Feri Bom Kombo, Hengky Hilapok dan Irwanus Uropmabin.
Dalam persidangan yang digelar Pengadilan Negeri Balikpapan pada 2 Juni 2020 dan 5 Juni 2020, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut ketujuh (7) Tahanan Politik (Tapol) Papua itu dengan hukuman penjara antara lima tahun hingga 17 tahun. Buchtar Tabuni dituntut hukuman paling berat, 17 tahun penjara. Sementara Steven Itlay dan Agus Kossay masing-masing dituntut 15 tahun penjara. Alexander Gobay dan Fery Kombo masing-masing dituntut 10 tahun penjara. Sedangkan Irwanus Uropmabin dan Hengky Hilapok masing-masing dituntut hukuman lima tahun penjara. (tambunan)
Paulus waterpaw, jika ko adalah manusia yg dihargai oleh nkri, pasti ko dapat jabatan di jajaran mabes polri, tapi ko dianggap monyet makanya ko juga dapat jabatan terakhir sebagai Kapolda Papua yg tidak lama lagi akan pensiun, setelah itu ko akan kemana?