JAYAPURA_- Situasi di Kabupaten Yahukimo kembali memanas. Istri Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Kabupaten Yahukimo menjadi sasaran kemarahan massa pada 3 Juni 2024. Usut punya usut, kemarahan massa dipicu oleh sikap tidak taat Bupati Yahukimo terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terkait posisi kepala kampung.
Dilansir dari Rilis “Veritas Law Office” Sebelumnya, ratusan kepala kampung di Kabupaten Yahukimo yang diangkat dan disahkan berdasarkan Keputusan Bupati Yahukimo Nomor: 147 Tahun 2021 Tentang Pengangkatan dan Pengesahan Kepala Kampung Kabupaten Yahukimo Periode 2021 – 2027, tertanggal 25 Maret 2021 (“SK 147/2021), yang diterbitkan di masa kepemimpinan Bupati Abock Busup, menggugat Bupati Yahukimo Didimus Yahuli di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura karena juga mengangkat kepala kampung baru berdasarkan Keputusan Bupati Yahukimo Nomor 298 Tentang Pengangkatan dan Pengukuhan Kepala Kampung di Kabupaten Yahukimo Periode 2021 – 2027, tertanggal 15 Oktober 2021 (“SK 298/2021”).
“Gugatan itu dimenangkan kepala kampung dalam SK 147/2021 hingga di tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka kepala kampung yang diangkat berdasarkan SK 298/2021 adalah, batal”, kata Frederika Korain, S.H., MAAPD., selaku pengacara para kepala kampung berdasarkan SK 147/2021.
Menurut Advokat dari Veritas Law Office itu, karena putusan pengadilan dalam kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap, maka Bupati Yahukimo seharusnya secara sukarela melaksanakannya sebagai bentuk ketaatan pada prinsip-prinsip hukum dalam negara hukum.
“Kami meminta pak Bupati Yahukimo melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap secara sukarela untuk meminimalisir berbagai dampak kerugian yang timbul, termasuk kerugian faktual yang dialami oleh ratusan kepala kampung yang sah sesuai SK 147/2021. Pak Bupati tidak perlu menunggu perintah eksekusi dari pengadilan, karena hal itu mengkonfirmasi kalau Pak Bupati tidak patuhi hukum secara sukarela”, pinta Rika.
Namun demikian, Rika meminta agar masyarakat tetap menahan diri, menuntut secara damai sehingga tidak berujung pada hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian lebih besar.
“Kita percaya bahwa negara tidak akan membiarkan putusan pengadilan dinistakan karena akan menjadi contoh buruk yang merendahkan marwah dan wibawa penegakan hukum” ucapnya.
Sementara itu, Fatiatulo Lazira, S.H., yang juga kuasa hukum ratusan kepala kampung berdasarkan SK 147/2021 menyatakan akan menempuh upaya lain untuk menuntut pengembalian kerugian yang dialami kliennya.
“Akibat penerbitan SK 298/2021 itu, klien kami ratusan kepala kampung, tidak mendapatkan hak-haknya, berupa gaji dan tunjangan selama ini dari tahun 2021 sampai sekarang (2024). Nah, kami tentu akan melakukan yang terbaik untuk pemenuhan hak-hak klien kami, termasuk akan menyampaikan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk tidak mencairkan dana desa dan alokasi dana di Kabupaten Yahukimo sampai kedudukan kepala kampung berdasarkan SK 147/2021 dipulihkan, karena ini putusan pengadilan yang tidak bisa dipermainkan”, tegas Fati.
Pengacara muda itu menuturkan juga akan melakukan pengaduan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk melakukan tindakan hukum.
“Kami akan segera mengajukan pengaduan kepada KPK RI dan Kejagung terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini, seperti akses dana desa dan alokasi dana desa yang tidak pernah diterima oleh kepala kampung berdasarkan SK 147/2021. Lalu siapa yang mengakses? Apakah yang mengakses itu berhak? Nah, ini dapat saja dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sesuai UU Tindak Pidana Korupsi. Kami minta dilakukan proses hukum pro justitia untuk mengusut hal ini”, jelasnya.**