DEKAI– Mantan Kepala Bagian Pemerintahan Kampung (PMK) Yosep Payage, S,Sos, dan mantan Kepala bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Yahukimo, Paulus Pahabol,S.Sos MSi, sangat menyayangkan pernyataan Bupati Yahukimo pada tanggal 31 Juli 2022 di kawattimur id, terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), menuduh dirinya dan mantan Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Yahukimo sebagai dalang Pembuatan Surat Keputusan (SK) nomor 147.
“Sebenarnya kami hanya tenaga Teknis/tenaga bantu yang membantu bupati, dalam menjalankan sistem Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang undang nomor 23 tahun 2014. Bukan Pengambil Kebijakan,” tegasnya.
Pengambil Kebijakan adalah Bupati Yahukimo, terkait Surat Kebuputusan (SK) mantan Bupati Yahukimo Bpk. Alm. Abock Busup, MA nomor 147 tentang Kepala Kampung, periode 2021-2027 adalah murni pemilihan Kepala kampung (menggantikan) Surat Keputusan (SK) nomor 75 tahun 2015 periode 2015-2021 (berakhir bulan April tahun 2021) dan memperhatikan undang-undang nomor 6 tahun 2014, Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014, Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 112 tahun 2014 Dan Peraturan menteri yang diperbaharui nomor 72 tahun 2020, tentang Pelaksanaan Pemerintahan desa.
“Pernyataan Bupati Yahukimo terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, menyerang semua eleman, dari individu sampai pada lembaga pengadilan, tidak mempunyai dasar yang jelas,” katanya, dalam realisenya yang diterima redaksi, Rabu (03/08).
Bupati Yahukimo, lanjutnya, menggunakan narasi yang penuh emosional. Seharusnya seorang Bupati mempertanyakan Pengacaranya, bukan menyerang. Putusan PTUN Jayapura yang mengabulkan penggugat 140 Kepala Kampung merupakan pelajaran bagi Bupati Yahukimo yang menjalankan sistem Pemerintahan di daerah yang tidak memahami regulasi dengan baik, sehingga terkesan menabrak regulasi yang lain.
“Undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dijelaskan secara baik dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2014 pada Bab IV, tata Cara Pemilihan Kepala Kampung pasal 45 pelaksanaan Kepala Kampung adalah dalam Jangka waktu 6 (enam) bulan), tidak seperti pendapat Bupati Yahukimo yang mengatakan Keluar Surat Keputusan (SK) nomor 147 mantan Bupati Yahukimo Alm. Abock Busup, MA menerbitkan mendahuli Surat Keputusan (SK) nomor 75 tahun 2015 adalah sangat keliru, sejak ada surat edaran Kementerian Dalam Negeri melalui Dirjen Pemerintahan Desa bulan Desember tahun 2020 terhitung 6 (enam) bulan (tanggal 21 Desesmber 2020- 21 Mei 2021) adalah tanggal pelaksanaan Pilkades Kabupaten Yahukimo, sehingga tidaklah benar pendapat Bupati Yahukimo yang mengatakan pembuatan Surat Keputusan nomor 147 mendahului, karena waktu yang disiapkan selama pilkades 6 (enam) bulan,” kata Payage.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2014, pasal 45 pelaksanaan pemilihan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, karena dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa ada tahapan, seperti pembentukan panitia, Pengajuan Biaya, Persetujuan Biaya, penelitian Kelengkapan dan Penetapan calon dll, oleh karena itu pernyataan Bupati Yahukimo tidak memiliki dalil yang kuat secara regulasi, untuk pernyataan mendahului adalah pendapat sendiri.
Pemilihan Kepala Desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 112 tahun 2014 yang diperbahrui dengan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 72 tahun 2020, pasal 44 tidak menjelaskan tentang naskah pelantikan seperti Berita Acara Pelantikan, Naskah Pengambilan Sumapah Janji, Fisik SK dan Nomor Surat dalam Buku Exspedisi (buku Surat Keluar Masuk) tidak diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ataupun regulasi lain yang berkaitan, 4 (empat) naskah dimaksud adalah suarat biasa sebagai administrasi Kantor, yang tidak mempengaruhi pemilihan Kepala Kampung di Kampung.
“Pernyataan Bupati Yahukimo terkait tidak terdaftar SK nomor 147 dalam lembaran Negara adalah pendapat yang tidak berdasar pada regulasi yang ada.
Bupati Yahukimo,memaksakan kehendak untuk memperkuat Surat Keputusan yang dibuatnya (tidak ada pasal yang dilanggar disini),” katanya.
Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan 140 Kepala Kampung dan memerintahkan Bupati Yahukimo untuk segera mencabut Surat Keputusanya adalah hal yang wajar,dan berhak mendapatkan keadilan hukum untuk penggugat, dimana Pengacara Bupati Yahukimo tidak memiliki dalil yang kuat untuk memenangkan perkara yang ditanganinya, sebaiknya Bupati Yahukimo meminta untuk menjelaskan dari sisi regulasi kenapa kalah di pengadila kepada Pengacaranya bukan menuduh pihak lain. Karena Hakim Ketua sudah mengingatkan kepada Pengacara Bupati Yahukimo bahwa, Kamu (pengacara) adalah Bupati Yahukimo yang duduk disini (pengadilan) oleh karena itu pernyataan Bupati Yahukimo menuduh Pihak Pengadilan melakukan ada Konspirasi dan transaksi adalah sangat tidak benar dan itu memfitnah.
“Bupati Yahukimo mengatakan Surat Keputusan (SK) mantan Bupati Yahukimo Alm, Abock Busup, MA nomor 147 tentang pengangkatan kepala Kampung adalah illegal/tidah sah dan tidak perlu diuji di pengadilan merupakan pandangan seorang Bupati yang keliru, seharusnya Bupati Yahukimo merasa Surat Keputusan (SK) nomor 147 ilegal/tidak sah, maka harus diuji di pengadilan untuk mendapatkan kekuatan hukum tetap dan menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang baru, bukan mengeluarkan surat Keputusan Baru sebagai tandingan, ini jelas keliru sebagai seorang pemimpin,” tegasnya.
Mantan Bupati Yahukimo, Alm. Abock Busup, MA adalah Bupati Yahukimo aktif yang sah pada saat itu. Bupati Yahukimo mengeluarkan pernyataan yang sarat dengan tuduhan, tentang Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura atas Mengabulkan 140 Kepala Kampung dan memintah Bupati Yahukimo mencabut Surat Keputusan (SK) nomor 298 dengan lampiran I, II dan III, tidak ada dasar regulasi/undang-undang yang dipakai semuanya Halusinasi/alias pendapat Bupati Yahukimo sendiri dan terlihat memaksakan kehendak.
“Terkesan terburu buru Bupati Yahukimo mengeluarkan Peraturan Bupati nomor 42 tahun 2021 tentang tata cara pencalonan, Pemilihan, pelantikan dan Pemberhentian Kepala Kampung. Dalam pembuktian di pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang ditampilkan oleh pengacara Bupati Yahukimo Dr. Semmy Latunusa, dkk berbeda, peraturannya dibuat tetapi tidak dilaksanakan terlihat jelas dari dokumen pendukung atau alat bukti yang ditampilkan dalam persidangan dan ini memalukan,” katanya.
Dalil/bukti-bukti yang disampikan pengacara Bupati Yahukimo Dr. semmy Latunusa, dkk dalam persidangan terlihat jelas bahwa terbitnya Surat Keputusan (SK) nomor 298 tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku/alias Prematur, dimana secara hukum, alat bukti yang disampaikan ditolak semuanya, Pengacara Bupati Yahukimo juga tidak memahami baik persoalan yang disidangkan dari sisi regulasi yang ada, dan kalau dilanjutkan pengadilan yang lebih tinggi agak berat sebenarnya.
“Saksi ahli yang dihadirkan oleh Pengacara Bupati Yahukimo Dr. Semmy Latunusa, dkk dalam persidangan, kesaksiannya justru memperkuat Penggugat, karena sebelumnya Majelis Hakim telah mempunyai alat bukti lapangan, oleh karena itu tidak ada jaminan dalam persidangan pengacara Bupati hadirkan saksi ahli maka harus menang tidak seperti itu,” katanya.
Ia menyarankan, Bupati Yahukimo lebih fokus kepada pelayanan masyarakat yang lebih baik berdasarkan Visi misi seperti Rumah Sakit Dekai bertaraf Internasional, 1000 (seribu) rumah sehat bagi mayarakat “Pemulihan Yahukimo” dari pada menyentuh undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang benar-benar tidak ada kaitan dengan Bupati Yahukimo, (kecuali Peraturan Bupati terkait ADD 10%), penyaluran Dana Desa di 10 (sepuluh) titik oleh Bupati Yahukimo, Kepala Dinas DPMK, Bank Papua adalah sebuah kebijakan yang melanggar hukum dan undang undang nomor 6 tahun 2014, karena penyaluran Dana Desa jelas dan tidak ada ruang untuk Bupati Yahukimo mengambil dan membagikan.
“Penyaluran Dana Desa jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014, yaitu Kepala Desa dan Bendahara kampung yang berhak mengambil Dana Desa, jika dipaksakan konsekwensinya sangat tinggi,” pungkasnya.**