JAYAPURA – Mantan Panglima Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Keerom, Lambert Pekikir meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Panitia Besar PON XX Papua setelah ribuan kecaman menuding penyelenggara PON korup.
Lambert juga mendesak Presiden Joko Widodo, memerintahkan setiap jajaran penegak hukum lebih maksimal dalam penyelesaian perkara korupsi. “Saya minta Presiden untuk memerintahkan KPK, agar semua pelaku atau penyelenggara PON XX diperiksa, dunia melihat bahwa Papua ini sudah sejahtera, tapi masih saja ada koruptor,” kata Lambert Pekikir, Selasa (07/12/2021). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pernah membeberkan besaran dana dalam ajang kebanggaan nasional itu.
Ia menyebut, pendanaan PON dari tahun 2018 – 2021, bila ditotalkan, mencapai kurang lebih Rp 10,431 triliun. “Tapi, persoalan PON belum tuntas, ada hak-hak yang belum ditanggulangi, terjadi demo, padahal dananya begitu besar,” ujar Lambert.
Sementara itu, mantan pejuang Papua Merdeka itu berharap, pemerintah berkomitmen dengan pemberantasan korupsi di Papua. “(Ada juga) dana Otsus yang selama ini disalahgunakan oleh oknum-oknum penyelenggara Otsus di pemerintahan, ini juga harus ditindak tegas,” ucapnya.
Ia menceritakan, proses perjalanan Otonomi Khusus sejak hampir tiga dekade banyak menyisahkan penderitaan bagi orang Papua.
Otsus dianggap bukan milik masyarakat Papua. “Pemerintah menangani dana Otsus, tidak secara baik, akhirnya timbul masalah dan masyarakat menilai bahwa Otsus bukan milik mereka, tetapi Otsus milik pejabat-pejabat di Papua,” paparnya. Baginya, Otsus hanyalah ‘gula-gula’ yang ditawarkan pemerintah pusat sebagai jembatan untuk memperkaya diri sendiri.
“Makanya Bapak Presiden harus memerintahkan KPK dan aparat kepolisian untuk menindak tegas dan menangkap koruptor yang menghilangkan dana Otsus,” tukasnya. Lambert Pekikir bersama pasukannya selama 20 tahun tinggal ditengah rimba Papua.
Ia dikenal sebagai penguasa ‘Markas Victoria’. Dipertengahan 2013, ia kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Meski kini tak lagi memegang senjata, namun ia terus berjuang melawan ketidakadilan dan para koruptor.
“KPK datang saja (ke Papua), kami akan lindungi, semua tokoh-tokoh yang tidak setuju dengan koruptor, pasti akan memberikan perlindungan kepada KPK,” cetusnya. Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menduga ada indikasi korupsi dana otonomi khusus (otsus) Papua.
Ia menilai dana itu tidak dirasakan masyarakat karena berhenti di level atas. Ia menjelaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua dan Papua Barat masuk 10 besar dengan anggaran tertinggi di Indonesia. Dari jumlah yang dianggarkan itu, 50 persen lebih digunakan sebagai dana otsus. (*)